KAMP NAZI

Siapa pun tidak mau membayangkan hidup di kamp konsentrasi Nazi yang terkenal sebagai mesin pembunuh massal era perang dunia kedua (PD II). Belasan juta orang dijebloskan ke kamp-kamp konsentrasi yang diciptakan pada saat Nazi Hitler mulai melebarkan pengaruhnya di Jerman. Dari jumlah itu, delapan sampai sepuluh juta orang diperkirakan meninggal dalam kamp-kamp konsentasi. Hampir setengah yang meninggal tersebut berasal dari kamp konsentrasi Auschwitz yaitu tiga setengah sampai empat setengah juta orang. Ras keturunan Yahudi merupakan orang yang paling banyak meninggal yang kemudian terkenal dengan Holoucaust yang sampai saat ini masih di perdebatkan.
Tidak pernah terpikirkan, apalagi membayangkan saudara sebangsa dan setanah air, ada yang mempunyai pengalaman hidup menjadi penghuni neraka pembunuh massal Hitler antara tahun 1941-1945. Parlindoengan Loebis-lah orangnya, selama empat tahun dia menjalani hidup sebagai tahanan politik di kamp konsentrasi Nazi Jerman. Tahun 1936 sampai 1939, dia menjadi ketua Perhimpunan Indonesia yang berhaluan kiri dan anti fasisme. Nazi mengagap organisasi ini berbahaya dan harus dibinasakan. Ini penyebab mengapa Parlindoengan Loebis ditangkap tanpa proses persidangan, langsung dibungkam dan mengalami penderitaan selama berada di kamp konsentrasi. Nazi memang tidak pandang bulu, orang-orang yang dicurigai dan pernah aktif pada satu organisasi tertentu yang berseberangan dicaplok dan dapat dipastikan orang tersebut sudah berada di kamp-kamp konsentrasi.
Parlindoengan Loebis lahir di Batang Toru lima puluh kilometer dari Sibolga Tapanuli Selatan tanggal 30 juni 1910. Orang tuanya dari kalangan pejabat tinggi pribumi yang kekayaannya mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke luar negeri seperti ke negeri Belanda. Setelah lulus kandidat I di Algemene Middelbaare School (AMS) jurusan ilmu pasti dan ilmu alam, Parlindoengan Loebis melanjutkan ke sekolah tinggi kedokteran Universitas Leiden negeri Belanda. September 1932, dia tiba di Rotterdam dan langsung mendaftar sebagai mahasiswa kedokteran. Selama jadi mahasiswa, dia aktif sebagai pengurus organisasi mahasiswa Indonesia negeri Belanda yang bernama Perhimpunan Indonesia (PI). Organisasi ini yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di negeri Belanda.
Dalam Perhimpunan Indonesia (PI), Parlindoengan Loebis merupakan angkatan kedua setelah Mohammad Hatta, Sutan Syarir, Santono, Iwa Koesoemasumantri, Ali Sastroamidjojo dan Sukiman. Angkatan pertama inilah yang mendominasi pergerakan sebelum dan sesudah Indonesia merdeka. Dia tidak sempat bertemu dengan Hatta di negeri Belanda karena waktu berangkat ke sana, Hatta dalam perjalanan pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya. Loebis hanya sempat berpapasan dengan kapal yang membawa Hatta pulang ke tanah air saat melintas di perairan laut merah (hal 50). Kehidupan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda tahun 1932-1940 juga di ceritakan pada bagian tengah buku ini. Bagaimana susahnya mahasiswa Indonesia hidup di negeri orang yang menjadi penjajah di tanah kelahirannya.
Dari Kamp Ke Kamp Kamp-kamp konsentrasi pertama kali didirikan pada tahun 1933 di sekitar kota Berlin dan sebagian kecil berada di wilayah Jerman bagian tenggah seperti di Saxon dan Thuringia. Masa awal pembangunanya sekitar lima puluh kamp konsentrasi kecil yang kebanyakan bangunan bekas penjara militer atau pabrik-pabrik yang sudah ditinggalkan dan juga bekas gudang-gudang dan istana kuno yangt dijadikan kamp-kamp konsentrasi. Lawan-lawan politik mereka terutama orang-orang bersebrangan ide dan orang yang di cap komunis menjadi penghuni kamp-kamp konsentrasi saat untuk pertamakalinya kamp tersebut dibuka. Kamp Dachau dekat Muenchen, Kamp Buchenwald dekat Weimar dan Kamp Sachsenhausen dekat Berlin merupakan tiga kamp yang utama masing-masing terletak di bagian selatan, tengah dan utara Jerman. Mulai tahun 1936 dan seterusnya pasukan khusus Jerman SS (Shutz Staffel) yang bertanggung jawab mengawasi kamp-kamp konsentrasi.
Bulan-bulan pertama partai Nazi Hitler menguasai Jerman, sejak itu pula kamp-kamp konsentrasi yang lebih besar dan lebih terorganisir didirikan. Kamp Dachau merupakan salah satu kamp konsentrasi yang besar dan paling terkenal. Nama Dachau kemudian menjadi terkenal dan menjadi ditakuti sebagai kamp kosentrasi karena kamp merupakan kamp kelas ketiga. Sehingga mucul pameo di Jerman bila orang dijebloskan ke kamp konsentrasi, orang tersebut selalu menyatakan “saya di Dachau kan”, meskipun dia berada di kamp yang lain. Kamp-kamp konsentrasi dibagi dalam tiga kelas. Kelas yang pertama kamp tenaga kerja. Ini merupakan kamp konsentrasi yang memerima perlakuan yang terbaik dari di antara tiga kelas tersebut. Kamp kelas dua keadaannya lebih buruk, pekerjannya lebih berat dan perlakuannya lebih ganas. Sedangkan kelas yang ketiga merupakan pabrik-pabrik kematian. Para pelaku kejahatan, homoseks, orang Yahudi serta tawanan politik yang dianggap paling berbahaya dimasukkan ke kamp konsentrasi kelas ketiga ini.
Setahun setelah kekuasaan fasis Jerman menduduki Belanda, Loebis pun ditangkap dan dijebloskan ke dalam pabrik-pabrik pembunuh Nazi. Ia memang bukan satu-satunya orang Indonesia yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi, tetapi ia adalah satu-satunya orang Indonesia yang berhasil selamat dan bebas dari lubang maut Hitler itu. Yang lebih penting lagi adalah Parlindoengan Loebis telah pula menuliskan pengalaman hidupnya menyangkut sejarah pendudukan kekuatan fasis Jerman ke Belanda sejak bulan Mei 1940. Dari bulan Juni sampai Oktober 1941, Loebis menjadi tawanan kamp konsentrasi Schoorl. Di kamp ini ia bertemu dengan Sidartawan, kawan sesama anggota PI jadi ada teman untuk berbagi. Setelah empat bulan di kamp Shoorl, dia dipindahkan ke kamp Amersfoort sampai bulan April 1942. Kedua kamp ini dibuat untuk tempat penampungan sementara sebelum dipindahkan ke kamp yang utama di Jerman. Penghujung Maret 1942, Sidartawan dibawa pergi dengan kendaraan yang tujuannya tidak diketahui oleh Loebis. Seminggu setelah itu, ia yang di bawa pergi yang diketahui adalah kamp konsentrasi Buchenwald (April- Oktober 1942). Mulai saat itu, Loebis melalui hari-harinya di kamp tempat para banjingan. Orang–orang inilah yang sering menyiksa tawanan yang lainnya sehingga banyak tawanan yang meninggal karena ulah sesama tawanan daripada yang dibunuh oleh SS. Setelah enam bulan berada di kamp Buchenwald, ia di pindahkan lagi ke daerah kamp Suchsenhausen. Di sini ia ditempatkan di pabrik pesawat terbang Heinkelwerke yang lebih di kenal oleh tentara Jerman dengan sebutan Heinkel, sekitar 10 kilometer dari kamp Suchsenhausen. Saat-saat berada di pabrik Heinkel yaitu dari bulan Oktober 1942 sampai dibebaskan April 1945, Loebis mengakhiri pengalaman hidupnya di kamp konsentrasi Nazi. Kepiawaian dan kepandainya mengobati tawanan yang sakit serta kelancaranya berbicara menggunakan bahasa Jerman membuatnya diangkat sebagai dokter di kamp kosentarsi dimanapun dia dimasukkan dan inilah yang membuatnya selamat dari pabrik pembunuh Hitler tersebut.
Bagian akhir buku ini, menceritakan kepulangan Parlindoengan Loebis ke tanah air. Sebelum perang dunia ke II dan proklamasi kemerdekaan, pemerintah Belanda mempersulit urusan kepulangan orang Indonesia ke kampung halamannya namun setahun setelah dua peristiwa tersebut pemerintah Belanda mulai melunak dengan memberikan kesempatan kepada orang Indonesia untuk pulang ke tanah kelahirannya. Momen ini tidak di sia-siakan oleh Loebis dan kawan-kawan yang sudah rindu dengan keindahan alam Indonesia. Loebis terlibat langsung dalam pengurusan kawan-kawan yang akan pulang dan kawan-kawan menunjuknya sebagai dokter kapal. Dengan wewenang yang dimilikinya, ia berhasil meloloskan Dr. Setia Budi (Douwes Dekker) ke Indonesia karena pada saat itu warga sipil Belanda di larang berkunjung ke Indonesia. Buku ini dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai riwayat hidup Parlindoengan Loebis yang dirangkai dengan peristiwa-peristiwa mengerikan dalam gaya penceritaan yang lugas dan mendalam.

0 komentar:

Posting Komentar

KAMP NAZI

Siapa pun tidak mau membayangkan hidup di kamp konsentrasi Nazi yang terkenal sebagai mesin pembunuh massal era perang dunia kedua (PD II). Belasan juta orang dijebloskan ke kamp-kamp konsentrasi yang diciptakan pada saat Nazi Hitler mulai melebarkan pengaruhnya di Jerman. Dari jumlah itu, delapan sampai sepuluh juta orang diperkirakan meninggal dalam kamp-kamp konsentasi. Hampir setengah yang meninggal tersebut berasal dari kamp konsentrasi Auschwitz yaitu tiga setengah sampai empat setengah juta orang. Ras keturunan Yahudi merupakan orang yang paling banyak meninggal yang kemudian terkenal dengan Holoucaust yang sampai saat ini masih di perdebatkan.
Tidak pernah terpikirkan, apalagi membayangkan saudara sebangsa dan setanah air, ada yang mempunyai pengalaman hidup menjadi penghuni neraka pembunuh massal Hitler antara tahun 1941-1945. Parlindoengan Loebis-lah orangnya, selama empat tahun dia menjalani hidup sebagai tahanan politik di kamp konsentrasi Nazi Jerman. Tahun 1936 sampai 1939, dia menjadi ketua Perhimpunan Indonesia yang berhaluan kiri dan anti fasisme. Nazi mengagap organisasi ini berbahaya dan harus dibinasakan. Ini penyebab mengapa Parlindoengan Loebis ditangkap tanpa proses persidangan, langsung dibungkam dan mengalami penderitaan selama berada di kamp konsentrasi. Nazi memang tidak pandang bulu, orang-orang yang dicurigai dan pernah aktif pada satu organisasi tertentu yang berseberangan dicaplok dan dapat dipastikan orang tersebut sudah berada di kamp-kamp konsentrasi.
Parlindoengan Loebis lahir di Batang Toru lima puluh kilometer dari Sibolga Tapanuli Selatan tanggal 30 juni 1910. Orang tuanya dari kalangan pejabat tinggi pribumi yang kekayaannya mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai ke luar negeri seperti ke negeri Belanda. Setelah lulus kandidat I di Algemene Middelbaare School (AMS) jurusan ilmu pasti dan ilmu alam, Parlindoengan Loebis melanjutkan ke sekolah tinggi kedokteran Universitas Leiden negeri Belanda. September 1932, dia tiba di Rotterdam dan langsung mendaftar sebagai mahasiswa kedokteran. Selama jadi mahasiswa, dia aktif sebagai pengurus organisasi mahasiswa Indonesia negeri Belanda yang bernama Perhimpunan Indonesia (PI). Organisasi ini yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia di negeri Belanda.
Dalam Perhimpunan Indonesia (PI), Parlindoengan Loebis merupakan angkatan kedua setelah Mohammad Hatta, Sutan Syarir, Santono, Iwa Koesoemasumantri, Ali Sastroamidjojo dan Sukiman. Angkatan pertama inilah yang mendominasi pergerakan sebelum dan sesudah Indonesia merdeka. Dia tidak sempat bertemu dengan Hatta di negeri Belanda karena waktu berangkat ke sana, Hatta dalam perjalanan pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studinya. Loebis hanya sempat berpapasan dengan kapal yang membawa Hatta pulang ke tanah air saat melintas di perairan laut merah (hal 50). Kehidupan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda tahun 1932-1940 juga di ceritakan pada bagian tengah buku ini. Bagaimana susahnya mahasiswa Indonesia hidup di negeri orang yang menjadi penjajah di tanah kelahirannya.
Dari Kamp Ke Kamp Kamp-kamp konsentrasi pertama kali didirikan pada tahun 1933 di sekitar kota Berlin dan sebagian kecil berada di wilayah Jerman bagian tenggah seperti di Saxon dan Thuringia. Masa awal pembangunanya sekitar lima puluh kamp konsentrasi kecil yang kebanyakan bangunan bekas penjara militer atau pabrik-pabrik yang sudah ditinggalkan dan juga bekas gudang-gudang dan istana kuno yangt dijadikan kamp-kamp konsentrasi. Lawan-lawan politik mereka terutama orang-orang bersebrangan ide dan orang yang di cap komunis menjadi penghuni kamp-kamp konsentrasi saat untuk pertamakalinya kamp tersebut dibuka. Kamp Dachau dekat Muenchen, Kamp Buchenwald dekat Weimar dan Kamp Sachsenhausen dekat Berlin merupakan tiga kamp yang utama masing-masing terletak di bagian selatan, tengah dan utara Jerman. Mulai tahun 1936 dan seterusnya pasukan khusus Jerman SS (Shutz Staffel) yang bertanggung jawab mengawasi kamp-kamp konsentrasi.
Bulan-bulan pertama partai Nazi Hitler menguasai Jerman, sejak itu pula kamp-kamp konsentrasi yang lebih besar dan lebih terorganisir didirikan. Kamp Dachau merupakan salah satu kamp konsentrasi yang besar dan paling terkenal. Nama Dachau kemudian menjadi terkenal dan menjadi ditakuti sebagai kamp kosentrasi karena kamp merupakan kamp kelas ketiga. Sehingga mucul pameo di Jerman bila orang dijebloskan ke kamp konsentrasi, orang tersebut selalu menyatakan “saya di Dachau kan”, meskipun dia berada di kamp yang lain. Kamp-kamp konsentrasi dibagi dalam tiga kelas. Kelas yang pertama kamp tenaga kerja. Ini merupakan kamp konsentrasi yang memerima perlakuan yang terbaik dari di antara tiga kelas tersebut. Kamp kelas dua keadaannya lebih buruk, pekerjannya lebih berat dan perlakuannya lebih ganas. Sedangkan kelas yang ketiga merupakan pabrik-pabrik kematian. Para pelaku kejahatan, homoseks, orang Yahudi serta tawanan politik yang dianggap paling berbahaya dimasukkan ke kamp konsentrasi kelas ketiga ini.
Setahun setelah kekuasaan fasis Jerman menduduki Belanda, Loebis pun ditangkap dan dijebloskan ke dalam pabrik-pabrik pembunuh Nazi. Ia memang bukan satu-satunya orang Indonesia yang ditangkap dan dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi, tetapi ia adalah satu-satunya orang Indonesia yang berhasil selamat dan bebas dari lubang maut Hitler itu. Yang lebih penting lagi adalah Parlindoengan Loebis telah pula menuliskan pengalaman hidupnya menyangkut sejarah pendudukan kekuatan fasis Jerman ke Belanda sejak bulan Mei 1940. Dari bulan Juni sampai Oktober 1941, Loebis menjadi tawanan kamp konsentrasi Schoorl. Di kamp ini ia bertemu dengan Sidartawan, kawan sesama anggota PI jadi ada teman untuk berbagi. Setelah empat bulan di kamp Shoorl, dia dipindahkan ke kamp Amersfoort sampai bulan April 1942. Kedua kamp ini dibuat untuk tempat penampungan sementara sebelum dipindahkan ke kamp yang utama di Jerman. Penghujung Maret 1942, Sidartawan dibawa pergi dengan kendaraan yang tujuannya tidak diketahui oleh Loebis. Seminggu setelah itu, ia yang di bawa pergi yang diketahui adalah kamp konsentrasi Buchenwald (April- Oktober 1942). Mulai saat itu, Loebis melalui hari-harinya di kamp tempat para banjingan. Orang–orang inilah yang sering menyiksa tawanan yang lainnya sehingga banyak tawanan yang meninggal karena ulah sesama tawanan daripada yang dibunuh oleh SS. Setelah enam bulan berada di kamp Buchenwald, ia di pindahkan lagi ke daerah kamp Suchsenhausen. Di sini ia ditempatkan di pabrik pesawat terbang Heinkelwerke yang lebih di kenal oleh tentara Jerman dengan sebutan Heinkel, sekitar 10 kilometer dari kamp Suchsenhausen. Saat-saat berada di pabrik Heinkel yaitu dari bulan Oktober 1942 sampai dibebaskan April 1945, Loebis mengakhiri pengalaman hidupnya di kamp konsentrasi Nazi. Kepiawaian dan kepandainya mengobati tawanan yang sakit serta kelancaranya berbicara menggunakan bahasa Jerman membuatnya diangkat sebagai dokter di kamp kosentarsi dimanapun dia dimasukkan dan inilah yang membuatnya selamat dari pabrik pembunuh Hitler tersebut.
Bagian akhir buku ini, menceritakan kepulangan Parlindoengan Loebis ke tanah air. Sebelum perang dunia ke II dan proklamasi kemerdekaan, pemerintah Belanda mempersulit urusan kepulangan orang Indonesia ke kampung halamannya namun setahun setelah dua peristiwa tersebut pemerintah Belanda mulai melunak dengan memberikan kesempatan kepada orang Indonesia untuk pulang ke tanah kelahirannya. Momen ini tidak di sia-siakan oleh Loebis dan kawan-kawan yang sudah rindu dengan keindahan alam Indonesia. Loebis terlibat langsung dalam pengurusan kawan-kawan yang akan pulang dan kawan-kawan menunjuknya sebagai dokter kapal. Dengan wewenang yang dimilikinya, ia berhasil meloloskan Dr. Setia Budi (Douwes Dekker) ke Indonesia karena pada saat itu warga sipil Belanda di larang berkunjung ke Indonesia. Buku ini dapat memberikan gambaran kepada kita mengenai riwayat hidup Parlindoengan Loebis yang dirangkai dengan peristiwa-peristiwa mengerikan dalam gaya penceritaan yang lugas dan mendalam.

0 komentar:

Posting Komentar